Kamis, 29 Oktober 2015

NABI SYUA'IB

PENDAHULUAN


PEMBAHASAN

SILSILAH NABI SYU'AIB
Nabi Syu'aib hidup  sekitar 1600 SM - 1500 SM) dia  adalah seorang nabi yang diutus kepada kaumMadyan dan Aikah menurut tradisi Islam. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1550 SM. Namanya disebutkan sebanyak 11 kali di dalamAl-Qur'an dan ia wafat di Madyan.
Umat muslim meyakini bahwa Syu'aib ditetapkan oleh Allah untuk menjadi seorang nabi yang tinggal di timur Gunung Sinai kepada kaum Madyan dan Aykah. Yaitu kaum yang tinggal di pesisir Laut Merah di tenggara Gunung Sinai. Masyarakat tersebut disebut karena terkenal perbuatan buruknya yang tidak jujur dalam timbangan dan ukuran juga dikenal sebagai kaum kafir yang tidak mengenal Tuhan. Mereka menyembah berhala bernama al-Aykah, yaitu sebidang tanah gurun yang ditumbuhi pepohonan atau pepohonan yang lebat.
Syu'aib memperingatkan perbuatan mereka yang jauh dari ajaran agama, namun kaumnya tidak menghiraukannya. Syu'aib menceritakan pada kaumnya kisah-kisah utusan-utusan Allah terdahulu yaitu kaum Nuh, Hud, Shaleh, dan Luth yang paling dekat dengan Madyan yang telah dibinasakan Allah karena enggan mengikuti ajaran nabi. Namun, mereka tetap enggan, akhirnya Allah menghancurkan kaum Madyan dengan bencana melalui doa Syu'aib.

DAKWAH NABI SYU'AIB

Ketika berdakwah bagi kaum Madyan, Nabi Syu'aib menerima ejekan masyarakat yang tidak mau menerima ajarannya karena mereka enggan meninggalkan sesembahan yang diwariskan dari nenek moyang kepada mereka. Namun, Syu'aib tetap sabar dan lapang dada menerima cobaan tersebut. Ia tidak pernah membalas ejekan mereka dan tetap berdakwah. Bahkan, dakwahnya semakin menggugah hati dan akal. Dalam berdakwah kadang ia memberitahukan bahwa dia sebenarnya sedarah dengan mereka. Hal ini memiliki tujuan agar kaumnya mau menuju jalan kebenaran. Karena itulah ia diangkat menjadi rasul Allah yang diutus bagi kaumnya sendiri. Nabi Syu'aib yang saat itu memiliki beberapa pengikut, mulai mendapat ejekan kasar dari kaum lain. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai penyihir dan pesulap ulung.


KORUPSI DAN KEHANCURAN UMMAT NABI SYUAIB
Kemungkaran, kemaksiatan dan tipu menipu dalam pengaulan merupakan perbuatan dan perilaku yang lumrah dan rutin. Kecurangan dan perkhianatan dalam hubungan dagang seperti pemalsuan barang, kecurian dalam takaran dan timbangan menjadi ciri yang sudah sebati dengan diri mereka.
Para pedagang dan petani kecil selalu menjadi korban permainan para pedagang-pedagang besar dan para pemilik modal, sehingga dengan demikian yang kaya makin bertambah kekayaannya, sedangkan yang lemah semakin merosot modalnya dan semakin melarat hidupnya.
Korupsi melalui pengurangan timbangan sudah menjadi kebiasaan pedagang kaum Madyan. Nabi Syuaib a.s. diutus Allah Swt kepada mereka agar meninggalkan perbuatan-perbuatan dan kelakukan-kelakuan yang dilarang oleh Allah serta membawa kerugian bagi sesama manusia serta mengakibat kerusakan dan kebinasaan masyarakat. Mereka diajak agar berlaku adil dan jujur terhadap diri sendiri dan terutama terhadap orang lain, meninggalkan korupsi, kolusi dan khianat dan kezaliman serta perbuatan curang dalam hubungan dagang, perampasan hak milik seseorang dan penindasan terhadap orang-orang yang lemah dan miskin.
Mereka menolak kebenaran yang dibawa oleh Nabi Syuaib, namun menolaknya, bahkan mereka menganggapnya sebagai penyihir dan pesulap ulung. Nabi Syu'aib mengerti bahwa kaumnya telah ditutup hatinya. Ia berdoa kepada Allah agar diturunkan azab pada kaum Madyan. Allah mengabulkan doa Syu'aib dan menimpakan azab melalui beberapa tahap.
Kaum Madyan pada awalnya diberi siksa Allah melalui udara panas yang membakar kulit dan membuat dahaga. Saat itu, pohon dan bangunan tidak cukup untuk tempat berteduh mereka. Namun, Allah memberikan gumpalan awan gelap untuk kaum Madyan. Kaum Madyan pun menghampiri awan itu untuk berteduh sehingga mereka berdesak-desakan dibawah awan itu. Hingga semua penduduk terkumpul, Allah menurunkan petir dengan suaranya yang keras di atas mereka. Saat itu juga Allah menimpakan gempa bumi bagi mereka, menghancurkan kota dan kaum Madyan.

B.     SISTEM KAPITALISME PADA ZAMAN NABI SYU’AIB
. Kalau kita membuka kembali cerita sejarah zaman para Nabi, kita akan menemukan sebuah kemiripan kisah kapitalisme .kapitalisme yaituKapitalisme adalah sebuah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan perekonomian. Seperti memproduksi barang, menjual barang, menyalurkan barang. Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya.. Lebih tepatnya pada zaman Nabi Syu’aib. Al Qur’an telah merekam kisahnya dengan baik dan penuh pelajaran untuk kita semua tentang bobroknya sistem kapitalisme ini. Memang kisah kapitalisme zaman Nabi Syu’aib tidak serumit zaman sekarang. Dahulu belum mengenal sistem keuangan internasional, juga belum ada lembaga pendonor seperti IMF, World Bank atau ADB yang terus menyebar ranjau utangnya ke negara-negara berkembang. Akan tetapi secara substansi nilai sosial yang terjadi tidak berbeda.
Kecurangan dalam takaran dan timbangan
Nabi Syu’aib menyeru akan sebuah kesalahan sistem sosial yang terjadi dengan kaumnya, Madyan. Ya, negeri itu memang memiliki tingkat perekonomian yang tinggi. Kota ini terkenal dengan iklim perdagangannya yang sudah mapan. Namun ada satu hal yang membuat ganjal dan menjadi perhatian penuh bagi Nabi Syu’aib. Ialah kecurangan para pedagang kota itu yang mengakibatkan sistem ekonomi yang tercipta tidak sehat. Al Qur’an kembali menegaskan kelalaian penduduk Madyan yang notabene telah Allah SWT beri karunia lebih. Kesejahteraan yang tercipta di kota itu bukanlah melalui jalan yang benar. Allah tidak meridhai kebiasaan para pedagang Madyan, sehingga diutuslah Nabi Syu’aib. Dalam Firman-Nya:
Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syu’aib. Dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, Sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan baik (makmur). Dan sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab pada hari yang membinasakan (kiamat).” (QS. Hud: 84)
Bagaimana bisa kita menganggap tindakan kaum Madyan yang mengurangi takaran dan timbangan sebagai sebuah tindakan kapitalis? Memang dari segi wujud memang kita tidak menemukan kesamaan definisi kapitalisme itu sendiri. Toh sampai sekarang tindakan mengurangi berat timbangan masih marak dilakukan orang dan itu bukan bentuk kapitalisme sesungguhnya yang saat ini tersistematis. Namun jika kita analisis lebih dalam lagi bahwa hal kecil yang sudah terjadi pada zaman Nabi Syu’aib ini menjadi bibit tumbuhnya konsep kapitalisme modern. Negeri makmur yang tidak berdiri pada asas keadilan. Itulah titik poin kesamaan dari apa yang terjadi pada kota Madyan dengan konsep kapitalisme modern. Bibit itu sudah muncul sejak dahulu, dan Allah telah memperingatkan mereka melalui Nabi Syu’aib.
Takaran dan timbangan bisa mengacu pada dua hal berikut; perbuatan dan alat produksi. Takaran merupakan buah dari perilaku seorang pedagang. Sedangkan timbangan bisa kita arahkan kepada alat produksi. Dan kedua hal ini sangat bergantung pada pedagangnya. Ketika motivasi utama yang dipegang oleh para pelakunya hanyalah keuntungan semata, maka tidak mustahil peluang kecurangan itu hadir dan terwujudkan. Asas keadilan dan kebenaran diabaikan demi kepentingan individu. Inilah yang mengilhami Adam Smith (1723-1790) dengan teorinya “setiap individu secara terus-menerus senantiasa mencari pekerjaan yang paling menguntungkan dirinya.” Teori tersebut melupakan unsur moralitas bahwa kehidupan bersosial juga perlu memperhatikan asas keadilan, meskipun memang kenyataannya kemampuan tiap individu berbeda-beda.
Kembali kepada pedagang Madyan yang terus memelihara sifat tamaknya akan materi sehingga membutakan mata hati mereka akan jalan kebenaran. Bibit kapitalisme yang terus tumbuh dalam diri mereka membuat Allah semakin murka. Ditambah dengan dicampakkannya seruan utusan-Nya seperti yang diterangkan dalam Al Qur’an.
Mereka berkata: “Hai Syu’aib! Apakah agamamu yang menyuruhmu agar kami meninggalkan apa yang disembah nenek moyang kami atau melarang kami mengelola harta kami menurut cara yang kami kehendaki? Sesungguhnya engkau benar-benar orang yang sangat penyantun dan pandai.” (QS Hud: 87)
Seruan kebenaran ditolaknya. Sistem kapitalisme yang telah membuat kaum Madyan lalai akan agama Allah, tenggelam dalam kenikmatan duniawi. Sehingga tak pelak Allah kemudian mendatangkan azab bagi mereka. Seperti yang tercantum dalam Al Qur’an.
“Mereka mendustakannya (Syu’aib), maka mereka ditimpa gempa yang dahsyat, lalu jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat-tempat tinggal mereka.” (QS. Al Ankabut: 37)
Begitulah akhir kisah tragis penduduk yang memuja sistem ekonomi kapitalisme. Perdagangan yang tidak dilandaskan pada asas kejujuran dan keadilan telah membuat orang-orang terjerumus ke lembah hitam azab Allah SWT. Dan semoga bangsa Indonesia bisa belajar dari kisah ini bagaimana menciptakan iklim perekonomian yang sehat, yang telah diatur di dalam agama. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar