Senin, 07 Maret 2016

EFISIENSI ALOKASI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

EFISIENSI ALOKASI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
Di susun oleh
Tina Atianti               :13110021
Riki Firdaus               :13110015
Yusup Ridwan          :13110024
Abdul Latif                :13110002

 

A.    EFISIENSI ALOKASI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

1.       Efisiensi Alokasi
Efisiensi yaitu perbandingan antara output fisik dan infut fisik.semakin tinggi rasio output terhadap infut maka semakin tinggi tingkat efisiensi yang di capai.
Model yang biasa digunakan untuk analisis pada kasus distribusi dua konsumen adalahEdfeworth box. Model ini dibangun dari penggabungan dua panel konsumen yang berbagi dua produk. Setiap titik dalam kotak Edgeworth ini mewakili distribusi kedua produk pada kedua konsumen. Sudut kiri bawah mewakili distribusi seluruh output ekonomi pada konsumen pertama. Sebaliknya, sudut kanan atas mewakili distribusi seluruh output ekonomi pada konsumen pertama tanpa menyisakan bagian pada konsumen kedua.


2.      Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan adalah bagaimana tingkat penyebaran pendapatan disuatu wilayah atau daerah. Permasalahan ekonomi yang umum dalam ekonomi adalah kemiskinan, pengangguran dan penyediaan kesempatan kerja, serta inflasi dan lain-lainnya.  Di indonesia, kemiskinan merupakan salah satu masalah yang paling sulit dibenahi, bahkan dari tahun ke tahun angka nominal kesmiskinan di Indonesia cendrung meningkat. Ada banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya kemiskinan, salah satunya adalah tidak meratanya distribusi pendapatan.
Ketidakmerataan distribusi pendapatan juga bisa disebabkan berbagai hal, salahsatunya dapat disebabkan oleh sistem ekonomi yang di anut oleh suatu wilayah, atau negara. Suatu negara yang menganut sistem kapitalis murni, berkemungkinan besar akan bisa mengalami ketimpangan pendapatan. Karena sifat atau ciri sistem ekonomi kapitalis adalah mengakui adanya private goods. Setiap orang berhak memiliki apapun sebagai milik pribadi jika ia memiliki kemampuan untuk mendapatkanny atau memperolehnya. Hal ini lah yang dapat menyebabkan ketimpangan atau tidak meratanya distribusi pendapatan. Apabila seseorang memiliki kapital yang banyak, maka ia dapat membuka usaha, sehingga ia akan bisa memiliki Akumulasi modal. Sementara orang orang yang pada awalnya tidak memiliki kapital , tetap tidak bisa memiliki kapital.

Dr. Yusuf Qardhawi menjelaskan distribusi dalam ekonomi kapitalis terfokus pada pasca produksi, yaitu pada konsekuensi proses produksi bagi setiap proyek dalam bentuk uang ataupun nilai, lalu hasil tersebut didistribusikan pada komponen-komponen produksi yang berandil dalam memproduksinya, yaitu empat komponen berikut
·         Upah, yaitu upah bagi para pekerja, dan sering kali dalam hal upah, para pekerja diperalat desakan kebutuhannya dan diberi upah di bawah standar
·         Bunga, yaitu bunga sebagai imbalan dari uang modal (interest on capital) yang diharuskan pada pemilik proyek.
·         Ongkos, yatu ongkos untuk sewa tanah yang dipakai untuk proyek; dan
·         Keuntungan, yaitu keuntungan (profit) bagi pengelola yang menjalankan praktek pengelolaan proyek dan manajemen proyek, dan ia bertanggung jawab sepenuhnya.
Akibat dari perbedaan komposisi andil dimilik oleh masing-masing individu, berbeda-beda pula pendapatan yang didapat oleh masing-masing individu. Islam menolak butir kedua dari empat unsur tersebut di atas, yaitu unsur bunga. Para ulama Islam telah sepakat dan lembaga-lembaga fiqih termasuk MUI juga telah mengeluarkan fatwa bahwa setiap bentuk bunga adalah riba yang diharamkan. Adapun ketiga unsur yang lain, Islam membolehkannya jika terpenuhi syarat-syaratnya dan terealisasi prinsip dan batasan-batasannya. Sedangkan dalam ekonomi sosialis, produksi berada dalam kekuasaan pemerintah dan mengikuti perencanaan pusat. Semua sumber produksi adalah milik negara.
B.         EFISIENSI DAN KEADILAN
Efesiensi alokasi hanya menjelaskan bahwa bila semua sumber daya yang ada habis teralokasi, maka alokasi yang efesien tercapai. Tetapi tidak mengatakan apa pun perihal apakah alokasi tersebut adil. Para ekonom konvensional berbeda pendapat tentang distribusi yang adil:
1.                             Konsep Egalitarian : setiap orang dalam kelompok masyarakat menerima barang sejumlah yang sama
2.                             Konsep rawlsian : maksimal utility orang yang paling miskin
3.                             Konsep utilitarian :maksimalkan utility dari setiap orang dalam kelompok masyarakat
4.                             Konsep market oriented: hasil pertukaran melalui mekanisme pasar adalah yang paling adil.
Dalam konsep ekonomi islam, adil  adalah “ tidak menzalimi dan tidak dizalimi.” Bisa jadi “ sama rasa sama rata” tidak adil dalam pandangan islam karena tidak memberikan insentif bagi orang yang bekerja keras. Lihat saja contoh jono dan kirun, alokasi terakhir yang tidak efesien tidak “sama rata sama rasa”. Malah bila dipaksakan “ sama rata sama rasa” alokasinya tidak efesien karena mengabaikan kenyataan bahwa manusia mempunyai selera yang berbeda. Bisa jadi “you get what you deserve” tidak adil dalam pandangan islam karena orang yang endowmentnya tinggi mempunyai posisi tawar yang lebih kuat daripada yang endowment nya kecil sehingga yang kuat dapat menzalimi yang lemah.
Misalnya umar ibn khattab r.a menetapkan tarif kharaj yang berbeda untuk lahan yang ditanami tanaman yang berbeda : untuk lahan yang ditanami gandum tarifnya satu dirham ditambah satu qafiz, untuk buah-buahan tarifnya sepuluh dirham, untuk lada tarifnya lima dirham. Begitu pula dalam pembagian harta Baitul Maal, Umar r.a. mengatur tunjangan pertahun Rasulullah SAW. Abbas ibn Abdul Mutablib mendapat 12.000 dirham, istri-istri Rasulullah 12.000 dirham, safiyah ibn Abdul mytalib 6000 dirham, Ali, Hasan, Husein, mujahid Badar masing –masing 5000 dirham, kaum Anshar mujahid uhud dan mujahirin ke Abisina masing-masing 4000 dirham, yatim ahli Badar 2000 dirham, dan seterusnya dan seterusnya sampai seorang gembala di gurun Sinai pun mendapat bagiannya. Dengan perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat, imam Ali r.a. adalah untuk keadilan. Dalam konsep islam, bukan “sama rata sama rasa” yang penting bukan pula “ you get what you deserve”  yang penting adalah tidak ada yang di dzalimi dan tidak ada yang mendzalimi.
C.    KONSEP MORAL ISLAM DALAM SISTEM DISTRIBUSI PENDAPATAN
Secara umum, islam mengarahkan mekanisme berbasis moral spiritual dalam pemeliharaan keadilan sosial pada setiap aktivitas ekonomi. Latar belakangnya karena ketidakseimbangan distribusi kekayaan adalah hal yang mendasari hampir semua konflik individu maupun sosial. Upaya pencapaian manusia akan kebahagiaan, membimbing manusia untuk menerapkan keadilan ekonomi yang dapat menyudahi kesengsaraan di muka bumi ini. Hal tersebut akan sulit dicapai tanpa adanya keyakinan pada prinsip moral dan sekaligus kedisiplinan dalam mengimplementasikan konsep moral tersebut. Ini adalah fungsi dari menerjemahkan konsep moral sebagai faktor endogen dalam perekonomian, sehingga etika ekonomi menjadi hal yang sangat membumi untuk dapat mengalahkan setiap kepentingan pribadi. Untuk itu, dalam merespon laju perkembangan pemikiran ini, yang harus dilakukan adalah: pertama, mengubah pola pikir dan pembelajaran mengenai nilai Islam. Kedua, keluar dari ketergantungan pihak lain. Islam menyadari bahwa pengakuan akan kepemilikan adalah hal yang sangat penting. Setiap hasil usaha ekonomi seorang muslim, dapat menjadi hak miliknya, karena hal inilah yang menjadi motivasi dasar atas setiap aktivitas produksi dan pembangunan.
Kedua karasteristik manusia di atas, sudah cukup mengarahkan manusia untuk berlaku sebagai makhluk karasteristik. Semakin banyak materi akan semakin senang, dan semakin banyak materi akan semakin mulia. Oleh sebab itu, manusia berkompetisi dalam kegiatan ekonomi satu sama lain, sebagai upaya mengumpulkan sebanyak-banyaknya materi. Oleh karena itu, di lain pihak prinsip moral Islam mengarah kepada kenyataan bahwa pengakuan hak milik harus berfungsi sebagai pembebas manusia dari karakter materialistis. Dalam Islam legitimasi hak milik akan tergantung dan sangat terkait erat kepada pesan moral untuk menjamin keseimbangan, di mana hak pribadi di akui, namun hak kepemilikan tersebut harus bisa berfungsi sebagai nafkah konsumtif bagi diri dan keluarga, berproduksi dan berinvestasi, alat untuk mengapresiasikan kepedulian sosial (zakat, infak, shadaqah) dan jaminan distribusi kekayaan, menjamin mekanisme kerja fsabilillah dan semangat pembangunan serta penataan.
Dari sini, sebagimana yang banyak tertuang dalam kajian fiqih Islam, pengertia etimologis dari kepemilikan seseorang akan materi berarti penguasaan terhadap sesuatu (benda). Sedangkan secara terminologis berarti spesialisasi seseorang terhadap suatu benda yang memungkinkannya untuk melakukan tindakan hukm sesuai dengan keinginannya atas benda tersebut, selama tidak ada halangan syara’ atau selam arang lain tidak terhalangi untuk melakukan tindakan hukum atas benda tersebut.
Pemanfaatan untuk kepentingan umat dan agama Islam harus lebih diutamakan, karena setiap milik individu dapat pula digunkan untuk kepentingan umum secara tidak langsung. Sebaliknya, setiap kepemilikan kolektif tidak dapat mengganggu gugat kepemilikan pribadi, kecuali hal yang demikian itu ditujukan untuk menjalankan perintah Allah Swt. hanya saja Islam tidak mengenal mushadarah, yaitu perampasan hak seseorang dengan dalih untuk kepentingan umum.
Para ahli fiqih mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan kepemilikan umum itu adalah: Pertama, fasilitas/saran umum yang menjadi kebutuhan umum masyarakat, seperti air, padang rumput, jalan-jalan umum. Kedua, barang tambang, seperti tambang minyak dan gas bumi, emas dan logam mulia lainnya, timah, besi, uranium, batu bara, dan lain sebagainya. Ketiga, sumber daya alam yang bentukan materinya sulit untuk dimiliki individu, seperti laut, sungai, dan danau.
Islam menciptakan beberapa instrumen untuk memastikan keseimbangan untuk memastikan keseimbangan pendapatan di masyarakat. Seperti zakat dan sedekah misalnya, instrumen ini dikedepankan untuk keseimbangan karena mengingat tidak semua orang mampu terlibat dalam proses ekonomi karena yatim piatu atau jompo dan cacat tubuh. Tetapi harus diingat zakat tidak akan aa jikalau tidak ada sumbernya yang bertumpu pada tiga hal yaitu: profit perdagangan, pendapatan, dan gaji pekerja, dan aset perusahaan atau individu. mekanisme distribusi pendapatan atas hak kepemilikan materi/kekayaan dalam Islam mecerminkan beberapa hal berikut :
§  Pemberlakuan hak kepemilikan individu pada satu benda, tidak menutupi sepenuhnya akan adanyahak yang sama bagi orang lain.
§  Negara mempunyai otoritas kepemlikan atas kepemilikan individu yang tidak bertanggung jawab terhadap hak miliknya.
Dalam hak kepemilikan berlaku sistematika konsep takaful/jaminan sosial (secara muslim atau sesama manusia secara umum). Hak milik umum dapat menjadi hak milik pribadi (konsep usaha dan niatan). Konsep hak kepemilikan dapat meringankan sejumlah konsekensi hukum syari’ah. Konsep kongsi dalam hak melahirkan keuntunga materi harus merujuk kepada sistem bagi hasil. Ada hak kepemilikan orang lain dalam hak kepemilikn harta
D.    PERTUKARAN DAN KESEIMBANGAN KONSUMSI ANTAR INDIVIDU

Dalam literatusr kontemporer, kotak dari ruang konsumsi untuk menganalisi pertukaran dua komoditas dari kedua individu tersebut disebut dengan Edgeworthbox. Individu A maupun individu B akan mengkombinasikan kedua komoditas tersebut sesuai dengan preferensi dan endowment yang dimilik. Kita tuliskan saja konsumsi untuk individu A adalah CA=(CAX, CAY), dimana CAX mempresetsikan konsumsi untuk beras (x) dan CAYuntuk konsumsi gandum (y). Kemudian untuk B poin kesimbangan konsumsinya kita tuliskan CB=(CBX,CBY). Keadaan dimana CA dan CB adalah tingkat konsumsi yang fair maka hal inilah yang dimaksud dengan alokasi. Alokasi untuk konsumsi komoditas X dan Y dibatasi oleh total penawaran dari komoditas X dan Y.


DAFTAR PUSTAKA
Karim, Adiwarman A. (2007), Ekonomi Mikro Islam,  Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Muhammad, (2004), Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, Anggota IKAPI



Tidak ada komentar:

Posting Komentar