EFISIENSI ALOKASI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
Di susun oleh
Tina Atianti :13110021
Riki Firdaus :13110015
Yusup Ridwan :13110024
Abdul Latif :13110002
A.
EFISIENSI
ALOKASI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
1.
Efisiensi Alokasi
Efisiensi yaitu perbandingan antara output fisik dan infut fisik.semakin tinggi rasio output terhadap infut maka semakin tinggi tingkat efisiensi yang di capai.
Model
yang biasa digunakan untuk analisis pada kasus distribusi dua konsumen adalahEdfeworth box. Model ini dibangun dari penggabungan dua panel konsumen
yang berbagi dua produk. Setiap titik dalam kotak Edgeworth ini mewakili distribusi kedua produk pada kedua konsumen.
Sudut kiri bawah mewakili distribusi seluruh output ekonomi pada konsumen
pertama. Sebaliknya, sudut kanan atas mewakili distribusi seluruh output
ekonomi pada konsumen pertama tanpa menyisakan bagian pada konsumen kedua.
2. Distribusi Pendapatan
Distribusi
pendapatan adalah bagaimana tingkat penyebaran pendapatan disuatu
wilayah atau daerah. Permasalahan ekonomi yang umum dalam ekonomi adalah
kemiskinan, pengangguran dan penyediaan kesempatan kerja, serta inflasi
dan lain-lainnya. Di indonesia, kemiskinan merupakan salah satu
masalah yang paling sulit dibenahi, bahkan dari tahun ke tahun angka
nominal kesmiskinan di Indonesia cendrung meningkat. Ada banyak hal yang
dapat menyebabkan terjadinya kemiskinan, salah satunya adalah tidak
meratanya distribusi pendapatan.
Ketidakmerataan
distribusi pendapatan juga bisa disebabkan berbagai hal, salahsatunya
dapat disebabkan oleh sistem ekonomi yang di anut oleh suatu wilayah,
atau negara. Suatu negara yang menganut sistem kapitalis murni,
berkemungkinan besar akan bisa mengalami ketimpangan pendapatan. Karena
sifat atau ciri sistem ekonomi kapitalis adalah mengakui adanya private goods. Setiap
orang berhak memiliki apapun sebagai milik pribadi jika ia memiliki
kemampuan untuk mendapatkanny atau memperolehnya. Hal ini lah yang dapat
menyebabkan ketimpangan atau tidak meratanya distribusi pendapatan.
Apabila seseorang memiliki kapital yang banyak, maka ia dapat membuka
usaha, sehingga ia akan bisa memiliki Akumulasi modal. Sementara orang
orang yang pada awalnya tidak memiliki kapital , tetap tidak bisa
memiliki kapital.
Dr. Yusuf Qardhawi menjelaskan distribusi dalam ekonomi kapitalis terfokus pada pasca produksi, yaitu pada konsekuensi proses produksi bagi setiap proyek dalam bentuk uang ataupun nilai, lalu hasil tersebut didistribusikan pada komponen-komponen produksi yang berandil dalam memproduksinya, yaitu empat komponen berikut
·
Upah, yaitu upah bagi para pekerja, dan
sering kali dalam hal upah, para pekerja diperalat desakan kebutuhannya dan
diberi upah di bawah standar
·
Bunga, yaitu bunga sebagai imbalan dari
uang modal (interest on capital)
yang diharuskan pada pemilik proyek.
·
Ongkos, yatu ongkos untuk sewa tanah
yang dipakai untuk proyek; dan
·
Keuntungan, yaitu keuntungan (profit) bagi pengelola yang
menjalankan praktek pengelolaan proyek dan manajemen proyek, dan ia bertanggung
jawab sepenuhnya.
Akibat dari perbedaan
komposisi andil dimilik oleh masing-masing individu, berbeda-beda pula pendapatan
yang didapat oleh masing-masing individu. Islam menolak butir kedua dari empat
unsur tersebut di atas, yaitu unsur bunga. Para ulama Islam telah sepakat dan
lembaga-lembaga fiqih termasuk MUI juga telah mengeluarkan fatwa bahwa setiap
bentuk bunga adalah riba yang diharamkan. Adapun ketiga unsur yang lain, Islam
membolehkannya jika terpenuhi syarat-syaratnya dan terealisasi prinsip dan
batasan-batasannya. Sedangkan dalam ekonomi sosialis, produksi berada dalam
kekuasaan pemerintah dan mengikuti perencanaan pusat. Semua sumber produksi
adalah milik negara.
B. EFISIENSI DAN KEADILAN
Efesiensi
alokasi hanya menjelaskan bahwa bila semua sumber daya yang ada habis
teralokasi, maka alokasi yang efesien tercapai. Tetapi tidak mengatakan apa pun
perihal apakah alokasi tersebut adil. Para ekonom konvensional berbeda pendapat
tentang distribusi yang adil:
1.
Konsep
Egalitarian : setiap orang dalam kelompok masyarakat menerima barang sejumlah
yang sama
2.
Konsep
rawlsian : maksimal utility orang yang paling miskin
3.
Konsep
utilitarian :maksimalkan utility dari setiap orang dalam kelompok masyarakat
4.
Konsep
market oriented: hasil pertukaran melalui mekanisme pasar adalah yang paling
adil.
Dalam
konsep ekonomi islam, adil adalah “ tidak menzalimi dan tidak
dizalimi.” Bisa jadi “ sama rasa sama rata” tidak adil dalam pandangan islam
karena tidak memberikan insentif bagi orang yang bekerja keras. Lihat saja
contoh jono dan kirun, alokasi terakhir yang tidak efesien tidak “sama rata
sama rasa”. Malah bila dipaksakan “ sama rata sama rasa” alokasinya tidak
efesien karena mengabaikan kenyataan bahwa manusia mempunyai selera yang
berbeda. Bisa jadi “you get what you deserve” tidak adil dalam pandangan islam
karena orang yang endowmentnya tinggi mempunyai posisi tawar yang lebih kuat
daripada yang endowment nya kecil sehingga yang kuat dapat menzalimi yang
lemah.
Misalnya
umar ibn khattab r.a menetapkan tarif kharaj yang berbeda untuk lahan yang
ditanami tanaman yang berbeda : untuk lahan yang ditanami gandum tarifnya satu
dirham ditambah satu qafiz, untuk buah-buahan tarifnya sepuluh dirham, untuk
lada tarifnya lima dirham. Begitu pula dalam pembagian harta Baitul Maal, Umar
r.a. mengatur tunjangan pertahun Rasulullah SAW. Abbas ibn Abdul Mutablib
mendapat 12.000 dirham, istri-istri Rasulullah 12.000 dirham, safiyah ibn Abdul
mytalib 6000 dirham, Ali, Hasan, Husein, mujahid Badar masing –masing 5000
dirham, kaum Anshar mujahid uhud dan mujahirin ke Abisina masing-masing 4000
dirham, yatim ahli Badar 2000 dirham, dan seterusnya dan seterusnya sampai
seorang gembala di gurun Sinai pun mendapat bagiannya. Dengan perubahan kondisi
sosial ekonomi masyarakat, imam Ali r.a. adalah untuk keadilan. Dalam konsep
islam, bukan “sama rata sama rasa” yang penting bukan pula “ you get what you deserve”
yang penting adalah tidak ada yang di dzalimi dan tidak ada yang
mendzalimi.
C.
KONSEP MORAL ISLAM DALAM SISTEM DISTRIBUSI PENDAPATAN
Secara
umum, islam mengarahkan mekanisme berbasis moral spiritual dalam pemeliharaan
keadilan sosial pada setiap aktivitas ekonomi. Latar belakangnya karena
ketidakseimbangan distribusi kekayaan adalah hal yang mendasari hampir semua
konflik individu maupun sosial. Upaya pencapaian manusia akan kebahagiaan,
membimbing manusia untuk menerapkan keadilan ekonomi yang dapat menyudahi
kesengsaraan di muka bumi ini. Hal tersebut akan sulit dicapai tanpa adanya
keyakinan pada prinsip moral dan sekaligus kedisiplinan dalam
mengimplementasikan konsep moral tersebut. Ini adalah fungsi dari menerjemahkan
konsep moral sebagai faktor endogen dalam perekonomian, sehingga etika ekonomi
menjadi hal yang sangat membumi untuk dapat mengalahkan setiap kepentingan
pribadi. Untuk itu, dalam merespon laju perkembangan pemikiran ini, yang harus
dilakukan adalah: pertama, mengubah pola pikir dan pembelajaran
mengenai nilai Islam. Kedua, keluar dari ketergantungan pihak lain. Islam menyadari
bahwa pengakuan akan kepemilikan adalah hal yang sangat penting. Setiap hasil
usaha ekonomi seorang muslim, dapat menjadi hak miliknya, karena hal inilah yang
menjadi motivasi dasar atas setiap aktivitas produksi dan pembangunan.
Kedua karasteristik
manusia di atas, sudah cukup mengarahkan manusia untuk berlaku sebagai makhluk
karasteristik. Semakin banyak materi akan semakin senang, dan semakin banyak
materi akan semakin mulia. Oleh sebab itu, manusia berkompetisi dalam kegiatan
ekonomi satu sama lain, sebagai upaya mengumpulkan sebanyak-banyaknya materi.
Oleh karena itu, di lain pihak prinsip moral Islam mengarah kepada kenyataan
bahwa pengakuan hak milik harus berfungsi sebagai pembebas manusia dari
karakter materialistis. Dalam Islam legitimasi hak milik akan tergantung dan
sangat terkait erat kepada pesan moral untuk menjamin keseimbangan, di mana hak
pribadi di akui, namun hak kepemilikan tersebut harus bisa berfungsi sebagai
nafkah konsumtif bagi diri dan keluarga, berproduksi dan berinvestasi, alat
untuk mengapresiasikan kepedulian sosial (zakat, infak, shadaqah) dan jaminan
distribusi kekayaan, menjamin mekanisme kerja fsabilillah dan semangat pembangunan
serta penataan.
Dari sini, sebagimana yang banyak
tertuang dalam kajian fiqih Islam, pengertia etimologis dari kepemilikan
seseorang akan materi berarti penguasaan terhadap sesuatu (benda). Sedangkan
secara terminologis berarti spesialisasi seseorang terhadap suatu benda yang
memungkinkannya untuk melakukan tindakan hukm sesuai dengan keinginannya atas
benda tersebut, selama tidak ada halangan syara’ atau selam arang lain tidak
terhalangi untuk melakukan tindakan hukum atas benda tersebut.
Pemanfaatan untuk kepentingan umat dan agama Islam harus lebih
diutamakan, karena setiap milik individu dapat pula digunkan untuk kepentingan
umum secara tidak langsung. Sebaliknya, setiap kepemilikan kolektif tidak dapat
mengganggu gugat kepemilikan pribadi, kecuali hal yang demikian itu ditujukan
untuk menjalankan perintah Allah Swt. hanya saja Islam tidak mengenal mushadarah, yaitu perampasan hak seseorang dengan dalih untuk
kepentingan umum.
Para ahli fiqih mendefinisikan bahwa
yang dimaksud dengan kepemilikan umum itu adalah: Pertama, fasilitas/saran umum
yang menjadi kebutuhan umum masyarakat, seperti air, padang rumput, jalan-jalan
umum. Kedua, barang tambang, seperti tambang minyak dan gas bumi, emas dan
logam mulia lainnya, timah, besi, uranium, batu bara, dan lain sebagainya.
Ketiga, sumber daya alam yang bentukan materinya sulit untuk dimiliki individu,
seperti laut, sungai, dan danau.
Islam menciptakan beberapa instrumen
untuk memastikan keseimbangan untuk memastikan keseimbangan pendapatan di
masyarakat. Seperti zakat dan sedekah misalnya, instrumen ini dikedepankan
untuk keseimbangan karena mengingat tidak semua orang mampu terlibat dalam
proses ekonomi karena yatim piatu atau jompo dan cacat tubuh. Tetapi harus
diingat zakat tidak akan aa jikalau tidak ada sumbernya yang bertumpu pada tiga
hal yaitu: profit perdagangan, pendapatan, dan gaji pekerja, dan aset
perusahaan atau individu. mekanisme distribusi pendapatan atas hak kepemilikan
materi/kekayaan dalam Islam mecerminkan beberapa hal berikut :
§ Pemberlakuan hak kepemilikan individu pada
satu benda, tidak menutupi sepenuhnya akan adanyahak yang sama bagi orang lain.
§ Negara mempunyai otoritas kepemlikan atas
kepemilikan individu yang tidak bertanggung jawab terhadap hak miliknya.
Dalam hak kepemilikan berlaku
sistematika konsep takaful/jaminan sosial (secara muslim atau sesama manusia
secara umum). Hak milik umum dapat menjadi hak milik pribadi (konsep usaha dan
niatan). Konsep hak kepemilikan dapat meringankan sejumlah konsekensi hukum
syari’ah. Konsep kongsi dalam hak melahirkan keuntunga materi harus merujuk
kepada sistem bagi hasil. Ada hak kepemilikan orang lain dalam hak kepemilikn
harta
D.
PERTUKARAN DAN KESEIMBANGAN KONSUMSI ANTAR INDIVIDU
Dalam literatusr kontemporer, kotak dari ruang konsumsi untuk
menganalisi pertukaran dua komoditas dari kedua individu tersebut disebut
dengan Edgeworthbox. Individu A maupun individu B akan mengkombinasikan kedua
komoditas tersebut sesuai dengan preferensi dan endowment yang dimilik. Kita
tuliskan saja konsumsi untuk individu A adalah CA=(CAX, CAY), dimana CAX mempresetsikan konsumsi untuk beras
(x) dan CAYuntuk konsumsi
gandum (y). Kemudian untuk B poin kesimbangan konsumsinya kita tuliskan CB=(CBX,CBY). Keadaan dimana CA dan CB adalah tingkat konsumsi yang fair maka
hal inilah yang dimaksud dengan alokasi. Alokasi untuk konsumsi komoditas X dan
Y dibatasi oleh total penawaran dari komoditas X dan Y.
DAFTAR
PUSTAKA
Karim,
Adiwarman A. (2007), Ekonomi
Mikro Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Muhammad, (2004), Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, Anggota IKAPI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar