BELANJA
PEMERINTAHAN DAN EKSPOR IMPOR
Di susun oleh
Tina Atianti :13110021
Riki Firdaus :13110015
Yusup Ridwan :13110024
Abdul Latif :13110002
A. KONSEP BELANJA PEMERINTAHAN DALAM ISLAM
Efisiensi dan efektifitas merupakan landasan
pokok dalam kebijakan pengeluiaran pemerintah. Sebagai suatu panduan pokok bagi
pengeluaran publik, teori pengeluaran Islam memakai kaidah-kaidah yang diambil
dari Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah guna menghindari potensi-potensi
inefisiensi pengeluaran, dan juga norma-norma konsumsi Islam, serta
dijadikankaidah rasionalitas bagi pengeluaran Negara. Menurut Asy-Syatibi
sebagaimana dikutip oleh Umer Chapra Enam kaidah tersebut adalah
1.
Kriteria
pokok bagi semua alokasi pengeluaran harus digunakan untuk kemashalatan rakyat.
2.
Penghapusan
kesulitan dan kerugian harus di dahulukan dari pada penyediaan kenyamanan.
3.
Kemaslahatan
mayoritas yang lebih besar harus di dahulukan dari pada kemaslahatan minoritas
yang lebih sedikit
4.
Suatu
pengorbanan atau kerugian privat dapat ditimpakan untuk menyelamatkan
pengorbanan atau kerugian publik, dan suatu pengorbanan atau kerugianyang lebih
besar dapat dihindarkan dengan memaksakan pengorbanan atau kerugian yang lebih
kecil.
5.
Siapapun
yang menerima manfaat harus bersedia menanggung biaya.
6.
Sesuatu
hal yang wajib ditegakan dan tanpa ditunjang oleh faktor penunjang lainnya
tidak dapat dibangun, maka menegakan faktor penunjang tersebut menjadi wajib
hukumnya.
Kaidah-kaidah
diatas dapat membantu dalam mewujudkan efektivitas dan efisiensi pembelanjaan
pemerintah dalam Islam, sehingga tujuan-tujuan dari pembelanjaan pemerintah
dapat tercapai. Di antara tujuan pembelanjaan dalam pemerintah Islam.
1.
Pengeluaran
demi memenuhi hajat masyarakat.
2.
Pengeluaran
sebagai alat redistribusi kekayaan.
3.
Pengeluaran
yang mengarah pada semakin bertambahnya permintaan efektif.
4.
Pengeluaran
yang berkaitan dengan investasi dan produksi.
5.
Pengeluaran
yang bertujuan menekan tingkat inflasi dengan kebijakan intervensi pasar.
Sebagaimana
halnya penerimaan, pengeluaran Negara juga memiliki beberapa prinsip yang harus
ditaati oleh ulil amri yakni sebagai berikut.
1.
Tujuan
pengeluaran Negara telah ditetapkan oleh Allah swt
2.
Apa
bila ada kewajiban tambahan , maka ia harus digunakan untuk tujuan semula
kenapa harus dipungut.
3.
Ada
pemisihan adntara pengeluaran yang wajib diadakan hanya disaat adanya harta
atau disaat tidak adanya harta.
4.
Pengeluaran
negara harus hemat
1.
Belanja
kebutuhan operasional pemerintah yang rutin
2.
Belanja
umum yang dilakukan pemerintah apabila sumber dananya tersedia.
3.
Belanja
umum yang berkaitan dengan proyek yang disepakati oleh masyarakat berikutsistem
pendanaanya.
B. PERAN
ZAKAT,INFAQ DAN SEDEKAH DALAM ISLAM
Zakat,
infaq, dan shodaqoh sebagai landasan ekonomi Islam, soko guru muamalat, serta
tiang ekonomi ummat mempunyai kedudukan yang istimewa di dalam Islam, karena
bukan semata-mata ibadah (ibadah mahdhah seperti sholat dan puasa) melainkan ia
sebagai ibadah yang berkaiatan erat dengan ekonomi, keuangan, dan
kemasyarakatan. Disamping itu menurut Mubiyarto (1982), zakat, infaq, dan shodaqoh
mengandung hikmah yang bersifat rohaniah dan filosofis. Hikmah tersebut
digambarkan dalam berbagai ayat Al Qur’an serta hadits, diantaranya sebagai
berikut:
1)
Menumbuhsuburkan
harta dan pahala serta mampu membersihkan diri dari sifat-sifat kikir dan loba.
2)
Melindungi
masyarakat dari kemiskinan dan kemelaratan sosial.
3)
Mewujudkan
rasa solidaritas dan kasih sayang diantara sesama manusia.
4)
Merupakan
manifestasi kegotongroyongan dan tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa.
5)
Mengurangi
kefakirmiskinan yang merupakan masalah sosial.
6)
Membina dan mengembangkan stabilitas sosial.
7)
Merupakan
salah satu jalan dalam mewujudkan keadilan sosial.
Menurut
Bunasor dalam Al Muslimun (1994), fungsi zakat,
infaq, dan shodaqoh dalam Islam
ada tiga, yaitu:
1) Spiritual; zakat, infaq, dan shodaqoh adalah
kewajiban manusia sebagai konsekuensi ikatannya dengan Allah.
2) Ekonomi; zakat, infaq, dan shodaqoh
menghajatkan adanya distribusi pendapatan.
3) Sosial; zakat, infaq, dan shodaqoh
dimanfaatkan untuk menolong (solidaritas) sesama ummat manusia.
Disinilah
letak keunggulan sistem Islam,
karena dalam Islam selain mendorong ummatnya untuk mencari penghasilan
setinggi-tingginya (pertumbuhan ekonomi), Islam juga mendorong dan memberikan
sistem distribusi kekayaan yang adil sebagaimana zakat, infaq, dan shodaqoh.
Dalam hal ini Islam mengobati kemiskinan langsung ke akar permasalahannya,
yaitu mengobati keserakahan manusia. Islam memandang bahwa sesungguhnya yang
perlu dientaskan terlebih dahulu adalah orang-orang kaya (muzakki), sebab
dengan zakat, infaq, dan shodaqoh yang mereka salurkan, maka mereka
mengentaskan kemiskinan yang terdapat di dalam diri mereka sendiri, seperti
sifat tamak, serakah, dan kikir. Jadi Islam membersihkan mereka dari kemiskinan
yang sifatnya ruhiyah, setelah itu dampaknya dapat menyebar ke obyek zakat,
infaq, dan shodaqoh.
Eksistensi Zakat, Infaq, dan Shodaqoh dalam
Alam Kapitalistis.
Tidak
bisa dipungkiri bahwa kondisi ekonomi ummat Islam saat ini sangat dipengaruhi
oleh sistem ekonomi Barat (kapitalis) yang memegang azas liberal (kebebasan).
Semua bidang-bidang ekonomi berada di bawah pengaruhnya, dengan prinsipnya yang
terkenal, yaitu siapa yang kuat, dialah yang menang.
Berapapun
dana zakat, infaq, dan shodaqoh yang terakumulasi dan tersalurkan kepada rakyat
kecil sarta kaum dhuafa, muaranya akan tetap sama, yaitu disedot oleh praktek
monopoli, selama pemerintah tidak membenahi sistem ekonomi. Dijelaskan oleh
Sudewo dalam Ishlah (1995), bahwa berapapun
banyaknya dana yang terkumpul dari para Muzakki, berapapun tingginya tingkat
profesionalitas dan kejujuran para amilin di dalam pengelolaan zakat tersebut,
dan berapapun lancarnya penyaluran dana tersebut kepada kaum dhuafa, selama
sistem yang berlaku belum Islami maka tetap tidak akan dapat memperbaiki
kondisi kaum dhuafa. Kaum dhuafa akan tetap hidup dalam alam yang penuh
marginalitas. Mereka akan tetap berada di dalam lilitan kemelaratan yang tiada
habis-habisnya, akan tetap tinggal di dalam kubangan air mata kesedihan, sebab
semua modal yang didapat dari dana zakat, infaq, dan shodaqoh, tetap saja
tersedot masuk ke dalam pusaran sistem pasar yang menganut prinsip Survival The Fittest, siapa
yang kuat maka dialah yang meraih kemenangan. Konsekuensinya, siapa yang
bermodal setengah-setengah atau pas-pasan, dapat dipastikan mereka akan gulung
tikar.
Ditambahkan
oleh Cecep dalam Ishlah (1995), bahwa sesungguhnya
pengelolaan zakat di dalam suatu negara harus didukung oleh empat hal, yaitu:
1)
Power
(kekuatan), yaitu dukungan tokoh politik.
2)
Public
Relation (hubungan masyarakat), yaitu dukungan dari tokoh masyarakat.
3)
Politics (lembaga-lembaga politis) seperti DPR atau
parlemen.
4)
Promotion (pemberitahuan kepada khalayak) seperti lewat
media massa, dan lain-lain.
Bila
keempat hal ini telah dipenuhi, maka Insya Allah pengelolaan zakat dapat
mencapai hasil yang diinginkan bersama.
Salah
satu kendala dari ketidakberdayaan zakat, infaq, dan shodaqoh adalah apabila
harus dihadapkan pada tembok tebal sistem kapitalisme yang saat ini semakin
gencar. Padahal zakat merupakan instrumen utama ummat di dalam meningkatkan
taraf hidupnya. Jika sholat merupakan tiang agama, boleh dibilang zakat
merupakan tiang ekonomi ummat. Meninggalkan sholat artinya meruntuhkan agama,
lalai zakat berarti telah meruntuhkan ekonomi ummat. Jadi, ingkarnya muzakki,
andilnya telah turut dalam proses pemiskinan ummatnya sendiri.
Sebagai
tambahan, Sudewo dalam Ishlah (1995) menunjukkan bukti betapa
proses pembangunan nasional yang kini telah masuk PJP II ini, sesungguhnya
bukanlah mengentaskan kemiskinan, tetapi menetaskan kemiskinan, dan pembangunan
real estate serta jalan layang itu lebih memiskinkan ummat dari pada membuat
mereka makmur. Dengan kondisi yang terus menerus seperti ini, atau mungkin
lebih parah lagi, eksistensi zakat di dalam mengentaskan kemiskinan hanyalah
harapan yang semu semata. Pengentasan kemiskinan di dalam Islam harus didukung
sepenuhnya oleh dua instrumen, yaitu: pertama,
pengarahan dan bimbingan agama. Kedua,
kepastian hukum negara. Disini diperlukan seperangkat hukum dan lembaga yang
memiliki landasan yang kuat untuk memaksa ummat muslim yang mampu untuk
membayarkan zakatnya.
Untuk
poin pertama, mungkin perlu kerja keras. Sistem telah membuat hatisebagian
besar ummat membatu, bahkan tidak peka lagi terhadap kemiskinan sesamanya. Poin
yang kedua masih bisa diupayakan, namun memerlukan persiapan yang benar-benar
matang dan lama. Ini mau tidak mau, akan mempengaruhi sistem yang kini sedang
jaya-jayanya.
C.
EKSPOR-IMPOR DAN
NILAI TUKAR
1.
Pengertian Ekspor
-Impor
Ekspor adalah proses transportasi barang atau
komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses
perdagangan. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan
barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya ke negara lain. Ekspor
barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara
pengirim maupun penerima. Ekspor adalah bagian penting dari perdagangan
internasional, lawannya adalah impor.
Impor adalah proses
transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara
legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan
memasukan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor barang
secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara
pengirim maupun penerima. Impor adalah bagian penting dari perdagangan
internasional, lawannya adalah ekspor.
2. Manfaat Melakukan
Ekspor Impor
•
Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi
di negeri sendiri
•
Memperoleh keuntungan
dari spesialisasi
•
Memperluas pasar dan
menambah keuntungan
•
Transfer teknologi
modern
3. Pengertian Nilai Tukar
Pengertian – pengertian Nilai Tukar menurut
beberapa ahli, yaitu sebagai berikut :
Salvatore
(1997:9) : Nilai tukar adalah Harga suatu mata uang terhadap
mata uang lainnya atau nilai dari suatu mata uang terhadap nilai mata uang lainnya.
Abimanyu: Nilai Tukar adalah harga mata uang suatu
negara relatif terhadap mata uang negara lain. Karena nilai tukar ini mencakup
dua mata uang, maka titik keseimbangannya ditentukan oleh sisi penawaran dan
permintaan dari kedua mata uang tersebut.
Dapat
disimpulkan dari beberapa definisi diatas bahwa nilai tukar adalah sejumlah
uang dari suatu mata uang tertentu yang dapat dipertukarkan dengan satu unit
mata uang negara lain.
Kenaikan
nilai tukar mata uang dalam negeri disebut apresiasi atas mata uang asing.
Penurunan nilai tukar uang dalam negeri disebut depresiasi atas mata uang
asing. Sedangkan, devaluasi
merupakan kebijakan pemerintah untuk menurunkan nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing. Dan revaluasi adalah kebijakan pemerintah untuk
menaikan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
4. faktor – faktor yang mempengaruhi nilai tukar
Ada
beberapa faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya nilai tukar mata uang
dalam negeri terhadap mata uang asing. Faktor-faktor tersebut adalah
a)
Laju Inflasi Relatif
Dalam pasar valuta asing, perdagangan internasional baik dalam bentuk
barang atau jasa menjadi dasar yang utama dalam pasar valuta asing, sehingga
perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri dipandang
sebagai faktor yang mempengaruhi pergerakan kurs valuta asing. Misalnya, jika Amerika sebagai mitra dagang
Indonesia mengalami tingkat inflasi yang cukup tinggi maka harga barang Amerika
juga menjadi lebih tinggi, sehingga otomatis permintaan terhadap barang
dagangan relatif mengalami penurunan.
b)
Tingkat Pendapatan Relatif
Faktor
lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran dalam pasar mata uang asing
adalah laju pertumbuhan riil terhadap harga-harga luar negeri. Laju pertumbuhan
riil dalam negeri diperkirakan akan melemahkan kurs mata uang asing. Sedangkan
pendapatan riil dalam negeri akan meningkatkan permintaan valuta asing relatif
dibandingkan dengan supply yang tersedia.
c)
Suku Bunga Relatif
Kenaikan
suku bunga mengakibatkan aktifitas dalam negeri menjadi lebih menarik bagi para
penanam modal dalam negeri maupun luar negeri. Terjadinya penanaman modal
cenderung mengakibatkan naiknya nilai mata uang yang semuanya tergantung pada
besarnya perbedaan tingkat suku bunga di dalam dan di luar negeri, maka perlu
dilihat mana yang lebih murah, di dalam atau di luar negeri. Dengan demikian
sumber dari perbedaan itu akan menyebabkan terjadinya kenaikan kurs mata uang
asing terhadap mata uang dalam negeri.
d)
Kontrol Pemerintah
Menurut Madura (2003:114), bahwa kebijakan
pemerintah bisa mempengaruhi keseimbangan nilai tukar dalam berbagai hal
termasuk
1)
Usaha
untuk menghindari hambatan nilai tukar valuta asing
2)
Usaha
untuk menghindari hambatan perdagangan luar negeri
3)
Melakukan
intervensi di pasar uang yaitu dengan menjual dan membeli mata uang.
Alasan pemerintah untuk melakukan intervensi
di pasar uang adalah:
1)
Untuk
memperlancar perubahan dari nilai tukar uang domestik yang bersangkutan.
2)
Untuk
membuat kondisi nilai tukar domestik di dalam batas-batas yang ditentukan.
3)
Tanggapan
atas gangguan yang bersifat sementara
4)
Berpengaruh terhadap variabel makro seperti
inflasi, tingkat suku bunga dan tingkat pendapatan.
e)
Ekspektasi
Faktor
kelima yang mempengaruhi nilai tukar valuta asing adalah ekspektasi atau nilai
tukar di masa depan. Sama seperti pasar keuangan yang lain, pasar valas
bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak ke depan. Dan
sebagai contoh, berita mengenai bakal melonjaknya inflasi di AS mungkin bisa
menyebabkan pedagang valas menjual Dollar, karena memperkirakan nilai Dollar
akan menurun di masa depan. Reaksi langsung akan menekan nilai tukar Dollar
dalam pasar.